barang siapa yang telah mengetahui Tuhannya, maka ia telah mengetahui jati dirinya

"experience is the Best Teacher"

sebaik-baik pembimbing adalah dari yang maha mengetahui

"experience is the Best Teacher"

ibadah merupakan sarana pendekatan dan bukti ketaatan

"experience is the Best Teacher"

ilmu cahaya di dunia dan akhirat

"experience is the Best Teacher"

tujuan akhir atau sesaat???

"experience is the Best Teacher"

Senin, 03 Juni 2013

RESPONDING AGAMA SHINTO


A.   Mite Penciptaan Dunia dan Asal-Usul Kedewaan

Sedikit sekali yang diketahui mengenai masa prasejarah Jepang, khususnya yang menyangkut asal-usul bangsa dan bahasa Jepang. Sekalipun demikian, para ahli pada umumnya sepakat bahwa sebelum Buddhisme dan kultur China memasuki Jepang, tradisi dan praktek-praktek keagamaan Jepang Kuno berpusat pada lingkungan keluarga, belum terorganisasi, dan hanya merupakan kumpulan tanpa nama dari berbagai bentuk pemujaan alam, arwah nenek moyang, dan Shamanisme.
Setiap suku memiliki Dewa sendiri, yang kadang- kadang dianggap sebagai nenek moyangnya. Para Dewa digambarkan sebagai manusia sebagaimana terlihat dalam Mite-mite Kuno tentang terjadinya kepulauan Jepang. Pada umumnya segala kewujudan yang menimbulkan perasaan segan dan takut dianggap mengandung sifat-sifat kedewaan bahkan, benda-benda alam seperti binatang, pohon, gunung dan sebagainya juga dijadikan objek pemujaan. Semuanya disebut Kami.
Kira-kira pada abad ke-4 Masehi, Suku Yamato berhasil menguasai wilayah jepang bagian Tengah dan Selatan. Sejalan dengan itu, Mite dan tradisi suku ini kemudian juga dianggap lebih unggul daripada tradisi-tradisi suku-suku  lainnya. Lambat laun mite Suku Yamato terbeut menjadi dasar utama bagi kepercayaan masyarakat Jepang tentang asal-usul kedewaan dan kelebihan bangsa Jepang daripada bangsa-bangsa lain.
Uraian utama dalam mite Suku Yamato tersebut adalah tentang asal-usul alam dan dunia ini, khususnya kepulauan Jepang. Pada mulanya, disebutkan langit dan bumi masih dalam keadaan menyatu dan belum dapat dibeda-bedakan. Kemudian mulailah muncul perbedaan-perbedaan : unsur-unsur ringan yang membentuk langit dan unsure-unsur berat yang membentuk bumi.
Dari awan putih yang terletak diantara kedua unsure tersebut muncul 3 dewa, yang disebut 3 Kami pencipta. Kemudian muncul pula 2 dewa yang selanjutnya memeperoleh perhatian dan tempat istimewa dalam agama Shinto, yaitu dewa Izanagi dan dewi Izanami. Keduanya menciptakan kepulauan Jepang lengkap dengan dewanya, seperti:
·         Dewa Bumi
·         Dewa Air
·         Dewa Gunung, dsb
Dan alat-alat penting lainnya yang terdapat di alam ini. Setelah melahirkan Dewa Api, Izanami meninggal dunia, kemudian menjadi dewi Tanahyomi, tempat orang-orang yang telah mati. Ketika Izanagi pergi mengunjungi istrinya yang sudah mati itu, ia melanggar suatu pantangan sehingga menjadi kotor dan berdosa. Oleh karena itu ia kemudian pergi ke laut untuk melakukan upacara pensucian. Ketika sedang membersihkan diri di air, dari matanya sebelah kiri terjadi dewi matahari, Amaterasu, dan dari air matanya sebelah kanan terjadi dewi bulan, Tsukiyomi, sementara dari yang dipergunakan untuk membersihkan hidungnya terjadi dewa Laut dan gelombang.
Dewi Amaterasu memiliki seorang cucu yang bernama Ninigimikoto, yang ditugaskannya untuk memerintah dunia disertai jaminan bahwa ia akan memerintah dunia untuk selama-lamanya. Ia turun didaerah Kyushu. Putranya, Jimmutenn, adalah kepala suku Yamato yang pertama dan juga kaisar Jepang pertama kali. Dari garis inilah kemudian agama Shinto menanamkan kepercayaan diakalangan rakyat Jepang bahwa negeri mereka senantiasa diperintah oleh satu dinasti kekaisaran tunggal sejak awal mula sejarahnya sampai sekarang. Dalam garis ini pula para kaisar Jepang menyatakan asal-usul mereka. 
Dengan demikian, kira-kira mulai saat suku Yamato tersebut berkuasa, kultus dan tradisi keagamaan bangsa Jepang yang beraneka ragam sedikit demi sedikit mulai dibersatukan dan diorganisasikan kedalam suatu bentuk pemerintahan agama dengan suatu system ritus yang dipusatkan pada Dewi Matahari, meskipun masih dalam keadaan tanpa nama.
Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti lafdziah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam Taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam Taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”. Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok.
Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa. Pada saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka nama asli itu terdesak kebelakang oleh nama baru, yaitu Shin-To. Nama baru itu perubahan bunyi dari Tien-Tao, yang bermakna jalan langit. Perubahan bunyi iitu serupa halnya dengan aliran Chan, sebuah sekte agama Budha mazhab Mahayana di Tiongkok, menjadi aliran Zen sewaktu berkembang di Jepang.
Sedangkan Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini.
Pada abad ke-7 Shinto masih berpegang teguh pada sifatnya yang sederhana dan corak keagamaannya yang animistis. Akan tetapi karena saat itu pula bangsa Jepang mulai membayangkan sebagai sebuah Negara kekaisaran yang mampu menyaingi kultur bangsa Cina yang sudah lebih dulu maju, dan agama Shinto memeberi kemungkinan diciptakannya suatu kultus nasional seperti yang pernah dilakukan oleh para penguasa suku Yamato jauh sebelumnya, maka pemujaan terhadap Dewi Matahari yang pernah dikembangkan oleh suku tersebut dihidupkan dan digalakkan kembali.

B.   AJARAN DAN KEPERCAYAAN SHINTO
v  K a m i
Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain.
Istilah Kami diterapkan terhadap kekuatan dan objek-objek tertentu, tanpa membedakan apakah objek tersebut adalah benda hidup atau mati, bersifat baik atau buruk. Semua yang memiliki sifat-sifat misteriusdan menimbulkan rasa segan dan takut dapat dianggap sebagai Kami.
“Pada mulanya istilah Kami diterapkan terhadap dewa-dewa langit dan bumi yang disebutkan dalam dokumen-dokumen kuno tertulis, dan terhadap spirit-spirit (mitama) yang mendiami tempat-tempat suci, tempat mereka dipuja. Disamping itu, bukan hanya manusia, tetapi juga burung-burung, binatang-binatang, tetumbuhan dan pohon-pohon, laut dan gunung-gunung, dan semua benda lain, apapun bentuknya yang patut ditakuti dan dipuja karena memiliki kekuasaan yang tinggi dan luarbiasa, semuanya disebut kami. Kami juga tidak memerlukan sifat-sifat istimewa karena memiliki kemuliaan, kebaikan, atau kegunaan yang khusus. Segala kewujudan yang jahat dan mengerikan juga disebut Kami  apabila merupakan objek-objek yang pada umumnya ditakuti.” -Motoori Norinaga
Dari kutipan diatas dapat diketahui adanya 4 hal yang mendasari konsepsi kedewaan dalam agama Shinto, yaitu :
1.      Dewa-dewa tersebut pada umumnya merupakan personifikasi gejala-gejala alam.
2.      Dewa-dewa tersebut dapat pula berarti manusia
3.      Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit yang mendiami tempat-tempat di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.
4.      Pendekatan manusia terhadap dewa-dewa tersebut bertitik-tolak dari perasaan segan dan takut.



v  Ajaran Tentang Manusia
Hubungan kami dengan manusia terjalin suatu hubungan antara orangtua dan anak, atau antara nenek moyang dengan keturunannya. Dengan demikian “manusia adalah putra kami”. Ungkapan ini memiliki 2 macam arti :
1)      Kehidupan manusia berasal dari kami, sehingga dianggap suci.
2)      Kehidupan sehari-hari adalah pemberian dari kami.
Dalam agama Shinto, manusia memiliki banyak arti, diantaranya :
·         Hito[1]
·         aohito-gusa[2]
·         ame no masu-jito[3]
v  Ajaran Tentang Dunia
Agama Shinto adalah termasuk tipe agama “lahir satu kali”. Dalam arti, memandang dunia ini sebagai satu-satunya tempat kehidupan bagi manusia. Meskipun demikian, dalam pemikiran Shinto ada 3 macam dunia, yaitu :
1.      Tamano-hara, yang berarti “tanah langit yang tinggi”.[4]
2.      Yomino-kuniyakni tempat orang-orang yang sudah meningal dunia.[5]
3.      Tokoyono-kuni, yang berarti “kehidupan yang abadi”, ”negeri yang jauh diseberang lautan”, atau “kegelapan yang abadi”. [6]
Ketiga dunia tersebut sering pula disebut dengan kakuriyo (dunia yang tersembunyi), sementara dunia tempat tinggal manusia hidup disebut ut-sushiyo (dunia yang terlihat atau dunia yang terbuka).

v  Ritual Keagamaan
Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana yaitu melemparakan sekeping uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai. Jadi semua proses berdoa yang dilakukan dengan berdiri ini tidak lebih dari sepuluh detik. Doa dilakukan tidak mengenal hari atau jam khusus jadi bebas dilakukan kapan saja.
C.   KITAB SUCI AGAMA SHINTO
Dalam agama Shinto ada dua kitab suci yang tertua, tetapi di susun sepuluh abad sepeninggal jimmi temmo (660 SM), kaisar jepang yang pertama. Dan dua buah lagi di susun pada masa yang lebih belakangan, keempat empat kitab tiu adalah sebagi berikut :
A.    Kojiki - yang bermakna : catatan peristiwa purbakala. Disusun pada tahun 712 masehi, sesudah kekaisaran jepang berkedudukan di nara, yang ibukota nara itu di bangun pada tahun 710 masehi menuruti model ibukota changan di tiongkok.
B.     Nihonji -  yang bermakna : riwayat jepang. Di susun pada tahun 720 masehi oleh penulis yang sama degan di Bantu oelh seorang pangeran di istana.
C.     Yeghisiki -  yang bermakna : berbagai lembaga pada masa yengi, kitab ini disusun pada abad kesepuluh masehi terdiri atas 50 bab. Sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan kisah kisah yang bersifat kultus, disusuli dengan peristiwa selanjutnya sampai abad kesepuluh masehi, tetapi inti isinya adalah 25 norito yakni do’a do’a pujaan yang sangat panjang pada berbagai upacara keagamaan.
D.    Manyosiu -  yang bermakan : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan bunga rampai, yang terdiri atas 4496 buah sajak, disusun antara abad kelima dengan abad kedelapan masehi.
D.   SINKRETISME AJARAN SHINTO DAN BUDDHA
Sinkretisme
Shinto
Buddha
tata cara doa di kuil
mencakupkan tangan dengan keras sehingga menghasilkan suara sebanyak dua kali (mirip tepuk tangan).

Buddha tangan dicakupkan ke depan dada dengan pelan, hening dan tanpa suara
Pandangan kehidupan
Shinto sebagai kehidupan dunia
Budha sebagai kehidupan akhirat.
Bangunan kuil
Kuil Shinto sebelum bertemu dengan Buddha adalah bersifat non-permanen (akan dibangun kembali setiap 20 tahun) dan tidak ada ruangan khusus untuk penempatan patung.
Kuil Buddha permanen dan terdapat ruangan khusus penempatan patung-patung dewa yang disembah.
Seni
Samurai dan Yabusame
Ikebana, zen garden, ritual minum teh
Upacara







Shinto sangat mensakralkan setiap ritual dalam bentuk upacara-upacara. Hal inilah yang sangat mempengaruhi kebudayaan dan tradisi bangsa jepang.
Tidak banyak mempengaruhi dalam hal upacara. Justru Buddha di jepang banyak dipengaruhi oleh Shinto dalam hal upacara.


[1] tempat tinggal spirit
[2] (manusia-rumput hijau) Dalam bahasa Jepang kuno
[3] (manusia- langit-yang berkembang)
[4] yaitu dunia menjadi tempat tinggal para dewa langit.
[5] yang dibayangkan sebagai dunia yang  gelap, kotor, jelek, dan menyengsarakan.
[6] yaitu sebuah dunia yang dianggap penuh kenikmatan dan kedamaian, tempat tinggal arwah orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan suci.

AGAMA BAHA'I

Ø  Sejarah
Sekte Islam Syi’ah terutama di Persia selalu mengajarkan 12 orang keturunan Ali yang sah. 12 orang tersebutlah yang menunjukan pintu gerbang kepada pengikutnya untuk memperoleh jalan menuju kebenaran agama. Imam yang ke 12 hilang pada abad ke 19 dan kaum Syi’ah selalu percaya bahwa suatu saat nanti dia akan muncul kembali sebagai mahdi.

Ø  Bahaullah Sebagai Pendiri
Sayyid Ali Muhammad yang lebih dikenal dengan gelarnya “Bab” dilahirkan pada tanggal 20 oktober 1819 di Shiraz Iran, Bab berasal dari keluarga terkemuka dan mulia merupakan keturunan Nabi Muhammad. Ayahnya meninggal ketika Bab masih kecil dan Bab diasuh dan di besarkan oleh pamannya. Ketika sekolah ia memiliki kemampuan yang luar biasa dan akhirnya ia keluar dari sekolah dan ketika dewasa ia bekerja bersama pamanya sebagai pedagang di Bushihr sebuah kota di barat daya kota Shiraz, pada saat itulah Bab menikah dan mempunyai anak yang bernama Ahmad dan meninggal ketika masih bayi pada tahun sebelum Bab mengumumkan dirinya sebagai “Qaim” yang dijanjikan.
Sekitar tahun 1840 Bab tinggal selama setahun di kota kota suci Syi’ah di Irak tempat dia menjalin kontak langsung  dengan Sayyid Khazim Rasyti pemimpin Madzhab Syaikiyah semi ortodoks yang menekan gagasan esoteris.
Setelah wafatnya Sayyid Khazim pada awal tahun 1844 seorang muridnya yang terkemuka yang bernama Mulla Husayn pergi ke sebuah masjid dan bermeditasi selama 40 hari. Mulla Husayn terus kesana kemari  mencari Qaim yang telah dijanjikan itu dan akhirnya ia ketemu dengan Bab dan setelah berbincang bincang lalu Bab menunjukan bukti bukti yang jelas bahwa beliaulah Qaim yang di janjikan, ia menulis dengan sangat cepat  bagian pertama dari tafsirnya Al-Qur’an surat Yusuf kemudian ia menyampaikan kata-kata berikut kepada Mulla Husayn:
Ø  Baha’i pasca Bahaullah
1.    Abdul Baha
Setelah wafatnya Bahaullah, Agama Bahai mengalami perkembangan yang diteruskan oleh anaknya Abdul Baha’ sehingga menyebar ke belahan dunia. Abdul Baha adalah anak dari Bahaullah dan Asiyih Khanun yang dilahirkan pada 23 mei 1844 di kota Therran dengan nama Abbas yang lebih senang di panggil Abdul Baha’. Dalam wasiatnya Bahaullah menunjuk Abdul Baha’ sebagai pusat perjanjian dan Juru Tafsir Agama Baha’i. Hal itu untuk menjamin agar Agama Baha’i tidak mengalami perpecahan. Abdul Baha’ mengalami pengasingan dan pemenjaran yang panjang bersama ayahnya. Setelah dia di bebaskan akibat dari Revolusi pemuda Turki pada tahun 1908. Pada tahun 1910-1913 Abdul Baha’ mengadakan perjalanan ke berbagai negara diantaranya Mesir, Inggris, Scotlandia, Prancis, Amerika Serikat, Jerman, Australia dan Hungaria. Dimana dia mengumumkan prinsip-prinsip Agama Baha’i. Abdul Baha’ juga mengirikan ribuan surat ke masyarakat Baha’i di Iran. Pada tanggal 28 November Abdul Baha’ meninggal di Haifa dan dikuburkan di salah satu ruang dari makam Bab.
2.    Balai Keadilan Sedunia
Dalam wasiatnya Abdul Baha’ menunjuk cucunya Shogi Effendi ditunjuk sebagai wali dalam Agama Baha’i dan selama hidupnya Shogi Effendi menterjemahkan banyak tulisan Bahaullah dari Abdul Baha’ kedalam bahasa Inggris dan menjelaskan makna dari tulisan-tulisan suci.
Menurut kitab Aqdas urusan Baha’i setempat dan nasional harus ditangani oleh badan-badan musyawarah yang sekarang dinamakan majlis rohani pada tingkat internasional kitab I- Aqdas menetapkan sebuah lembaga yang dinamakan Balai Keadilan Sedunia yang didirikan pada tahun 1963 dengan markas besarnya di Haifa dan Israel. Antara tahun 1921 dan 1963 didirikanlah Badan Internasional dibawah bimbingan Shogi Effendi. Biro Intenasional yang berbasis di Jenewa dari tahun 1925 hingga 1957 dan Dewan Baha’i Internasional dengan delapan anggota yang diangkat oleh Shogi Effendi pada 1950. Pendirian dua badan tersebut sebagai perintis jalan bagi pendirian Balai Keadilan Sedunia. Periode dan pemilihan pengurus bagi Balai Keadilan Dunia setiap Lima tahun dan untuk semua Majlis Rohani Nasional dan Majlis Rohani Lokal dipilih setiap Dua tahun sekali dan pemilihanya berlangsung pada hari Ridvan.
Ø  Ajaran Baha’i
·         Keesaan Tuhan
Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan Yang Maha Agung, yakni Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengirim para Rasul dan Nabi untuk membimbing manusia. Oleh karena itu, semua agama yang bersumber dari satu Tuhan ini, haruslah menunjukkan rasa saling menghormati, mencintai, dan niat baik antara satu dengan yang lain.
“Tiada keraguan apa pun bahwa semua manusia di dunia, dari bangsa atau agama apapun, memperoleh ilham mereka dari satu Sumber surgawi, dan merupakan hamba dari Satu Tuhan.” — Bahá’u’lláh
Umat Bahá’í percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta alam semesta dan Dia bersifat tidak terbatas, tak terhingga dan Maha Kuasa. Tuhan tidak dapat dipahami, dan manusia tidak bisa sepenuhnya memahami realitas Keilahian-Nya. Oleh karena itu, Tuhan telah memilih untuk membuat Diri-Nya dikenal manusia melalui para Rasul dan Nabi, seperti Ibrahim, Musa, Krishna, Zoroaster, Budha, Isa, Muhammad, dan Bahá’u’lláh. Para Rasul dan Nabi yang suci itu bagaikan cermin yang memantulkan sifat-sifat dan kesempurnaan Tuhan. Mereka merupakan saluran suci untuk menyalurkan kehendak Tuhan bagi umat manusia melalui Wahyu Ilahi, yang terdapat dalam Kitab-kitab Suci berbagai agama di dunia. Wahyu Ilahi adalah “Sabda Tuhan” yang dapat membuka potensi rohani setiap individu serta membantu umat manusia berkembang terus-menerus menuju potensinya yang tertinggi.
·         Kitab Suci
   Kitab Suci yang terdapat dalam Agama Bahai yaitu Al-Bayan (berisi hukum-hukum yang menghidupkan makna yang belum terungkap sebelumnya dan mayoritas menggambarkan akan kedatangan Bahaullah, Sembilan Belas harian kalender Baha’i. Al-Aqdas (berisi hukum-hukum ajaran Bahaullah berupa pernikahan, warisan, sembahyang dan yang lainya) Iqan (berisi untuk memberikan kepercayaan atau keyakinan kepada umat Bab) Kalimat Tersembunyi (berisi Nasihat-nasihat manusia untuk hidup).
·         Sembahyang
            Dalam Agama Baha’i sembahyang ada tiga macam yaitu:
Ø  Sembahyang panjang dilaksanakan 1x dalam 24 jam
Ø  Sembahyang menengah dilaksanakan 3xsehari yaitu pagi,tengah hari dan petang
Ø  Sembahyang pendek dilaksanakan 1x dalam 24 jam pada tengah hari
Setiap orang bebas memilih salah satu dari tiga macam sembahyang tersebut tetapi ia wajib melaksanakan salah satunya. Sebelum sembahyang ia wajib wudhu dulu (membasuh tangan dan muka) dan ketika sembahyang menghadap kiblat.
·         Percaya Kepada Para Rasul Sebagai Utusan Tuhan
   Agama Baha’i percaya kepada para rasul yang telah diturunkan oleh Tuhan kedunia untuk membimbing manusia kejalan yang benar dan lurus. Seperti Ibrahim, Musa, Krisnha, Musa, Isa, Muhammad dan Bahaullah. Di setiap masa Rosul akan mengirimkan rasul karena manusia selalu membutuhkan pembimbing untuk mengarahkan manusia. Ajaran dan hukum yang dibawa para rosul untuk manusia tidak berlaku selamanya karena kondisi di dunia selalu berubah.
·         Keselarasan dan Toleransi Antar Umat Beragama
Umat Bahá’í percaya bahwa tujuan agama adalah mewujudkan persatuan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Saling menghormati dan mencintai serta kerja sama di antara pemeluk agama yang berbeda akan membantu terwujudnya masyarakat yang damai. Karena itu, umat Bahá’í aktif berperan di berbagai usaha serta proyek-proyek yang memajukan persatuan agama dan yang meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-agama lain. Umat Bahá’í menghormati keanekaragaman dalam melakukan ibadah keagamaan.  
penuh semangat untuk mengabdi kepada rakyat banyak, melupakan manfaat duniawi bagi dirinya sendiri, dan bekerja hanya demi kebaikan umum.”-----‘Abdu’l-Baha
·         Kesatuan Dalam Keanekaragaman
Salah satu ciri khas masyarakat Bahá’í di seluruh dunia adalah keanekaragaman anggotanya. Agama Bahá’í merangkul orang-orang yang berasal dari ratusan ras, suku, dan bangsa, bermacam-macam profesi, serta berbagai golongan sosial ekonomi----semuanya bersatu demi mengabdi pada kemanusiaan. Dalam masyarakat Bahá’í keanekaragaman dihormati dan dihargai; dan pengalaman persatuan ini menunjukkan bahwa umat manusia, dengan segala keanekaragamannya, dapat hidup bersatu dengan penuh kedamaian dan cinta.
“Orang-orang yang dianugerahi dengan keikhlasan dan iman  seharusnya bergaul dengan semua kaum dan bangsa di dunia dengan perasaan gembira dan hati yang cemerlang, oleh karena bergaul dengan semua orang telah memajukan dan akan terus memajukan persatuan dan kerukunan, yang pada gilirannya akan membantu memelihara ketentraman di dunia serta memperbarui bangsa-bangsa.”-----Bahá’u’lláh
“Engkau adalah buah-buah dari satu pohon, dan daun-daun dari satu dahan. Bergaullah engkau satu sama lain dengan penuh cinta dan keselarasan , dengan persahabatan dan persaudaraan. Sedemikian kuat cahaya persatuan itu sehingga dapat menerangi seluruh dunia.” Bahá’u’lláh
“Keanekaragaman umat manusia seharusnya menjadi penyebab cinta dan keselarasan, seperti halnya dalam musik di mana banyak nada yang berbeda-beda dipadukan dalam sebuah paduan nada yang sempurna. Jika engkau bertemu dengan orang-orang dari ras atau warna kulit yang berbeda denganmu, janganlah mencurigai mereka dan menarik dirimu ke dalam cangkang adatmu, tetapi sebaliknya bergembiralah dan perlihatkanlah keramahan terhadap mereka. Anggaplah mereka sebagai bunga-bunga mawar yang berwarna-warni, yang tumbuh di kebun indah kemanusiaan, dan bergembiralah karena engkau berada bersama mereka.
Demikian juga, jika engkau bertemu dengan orang-orang yang mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapatmu, janganlah berpaling dari mereka. Semua mencari kebenaran, dan ada banyak jalan yang menuju ke sana. Kebenaran memiliki banyak aspek, tetapi kebenaran selalu tetap satu.”-------‘Abdu’l-Baha

·         Kesatuan Umat Manusia
Agama Bahá’í mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Tuhan, dan mereka harus diperlakukan dengan baik, harus saling menghargai dan menghormati. Bahá’u’lláh mencela prasangka ras dan kesukuan, serta mengajarkan bahwa semua orang adalah anggota dari satu keluarga manusia, yang justru diperkaya dengan keanekaragamannya.
·         Sifat Roh dan Kehidupan Sesudah Mati
Umat Bahá’í percaya tentang adanya roh yang kekal yang ada pada setiap manusia walaupun kita tidak sepenuhnya mampu memahami sifat roh itu. Bahá’u’lláh bersabda:
“Engkau telah menanyakan kepada-Ku mengenai hakikat roh. Ketahuilah bahwa sesungguhnya roh adalah sebuah tanda Tuhan, sebuah permata surgawi yang kenyataannya telah gagal dipahami oleh orang-orang yang paling terpelajar, dan tidak ada akal, betapa pun tajamnya, yang dapat berharap untuk membuka rahasianya.”
Dalam kehidupan yang fana ini, roh seseorang tumbuh dan berkembang sesuai dengan hubungan rohaninya dengan Tuhan. Hubungan ini dapat dipelihara dengan jalan mengenal Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya yang diwahyukan oleh para Rasul dan Nabi-Nya, seperti cinta pada Tuhan, doa, meditasi, puasa, disiplin moral, kebajikan-kebajikan Ilahi, menjalankan hukum-hukum agama, dan pengabdian kepada umat manusia. Semua itu memungkinkan manusia untuk mengembangkan sifat-sifat rohaninya, yang merupakan pondasi bagi kebahagiaan manusia serta kemajuan sosial, dan juga untuk menyiapkan rohnya untuk kehidupan sesudah mati.
Agama Bahá’í mengajarkan bahwa realitas rohani setiap manusia, yaitu roh, adalah abadi. Pada saat kematian, roh manusia akan melanjutkan perjalanannya dalam alam rohani. Orang-orang yang telah menaati ajaran-ajaran para Rasul dan telah mengembangkan kapasitas rohani mereka, kelak sesudah mati, akan mendapatkan keuntungan atas perbuatan-perbuatan mereka. Bahá’u’lláh bersabda:
“Ketahuilah olehmu bahwa roh, setelah berpisah dari tubuhnya, akan terus maju hingga mencapai hadirat Tuhan ... Roh itu akan ada selama berlangsungnya kerajaan Tuhan, kedaulatan-Nya, kekuasaan dan kekuatan-Nya. Ia akan memperlihatkan tanda-tanda Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan akan mewujudkan kasih sayang dan kedermawanan-Nya. Gerakan pena-Ku terhenti tatkala ia berupaya untuk menggambarkan dengan patut keluhuran dan
kemuliaan kedudukan yang maha tinggi itu… Diberkatilah roh yang pada saat berpisah dari tubuhnya, disucikan dari segala khayalan sia-sia semua kaum di dunia. Roh semacam itu hidup dan bergerak sesuai dengan Kehendak Penciptanya, dan memasuki Surga Yang Maha Tinggi. Bidadari-bidadari Firdaus, para Penghuni Surga Terluhur, akan berkeliling di sekitarnya, dan Nabi-nabi Tuhan serta orang-orang pilihan-Nya, akan bergaul dengannya. Roh itu akan dengan bebas bercakap-cakap dengan mereka, dan akan menceritakan kepada mereka apa yang telah dialaminya di jalan Tuhan, Tuhan sekalian alam … Para Nabi dan Rasul Tuhan telah diutus hanya dengan tujuan membimbing umat manusia ke jalan lurus kebenaran. Maksud yang mendasari wahyu semua Nabi dan Rasul itu adalah untuk mendidik semua manusia, agar pada saat kematiannya manusia dapat naik dalam keadaan yang paling suci dan murni serta lepas dari segala-galanya, ke hadapan takhta Yang Maha Tinggi[1]
“Alam baka berbeda dengan alam in,i seperti halnya alam ini berbeda dengan alam janin yang masih berada dalam kandungan ibunya. Ketika roh mencapai Hadirat Tuhan, ia akan mendapatkan wujud yang paling cocok dengan keabadiannya dan yang pantas bagi kediaman surgawinya.”
Ganjaran dan hukuman sangatlah perlu agar ada tata tertib di dunia.ganjaran dan hukuman adalah konsekuensi yang wajar bagi perbuatan-perbuatan kita.para perwujudan Tuhan telah mengajarkan kepada kita mengenai kehidupan setelah mati dalam kiasan tetapi Bahaullah bersabda bahwa kita sudah siap untuk mengetahui arti sebenarnya dari surga dan neraka.dua kenyataan penting yang harus kita ingat adalah:
                                      I.      Jiwa kita kekal dan terus hidup setelah kita mati
                                   II.      Akibat-akibat dari perbuatan kita di dunia akan berlangsung terus bahkan setelah roh kita meninggalkan badan.


·         Memajukan Perkembangan Kaum Wanita
Harus tersedia kesempatan yang sama bagi perkembangan wanita dan pria, terutama kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Wanita dan pria adalah bagaikan dua belah sayap dari burung kemanusiaan. Perkembangan seluruh kemampuan dan potensi masyarakat hanya dapat di wujudkan bila kedua sayapnya itu sama kuat.
Bahaulah terus mendesak kaum pria untuk menyadari dan memberikan rumus penuh dengan kesempurnaan laten dalam diri.
·         Sembahyang Wajib, Puasa, dan Doa
Umat Bahá’í seperti juga umat agama-agama lainnya, diwajibkan untuk bersembahyang yang dilaksanakan secara individu, serta untuk berpuasa selama periode tertentu. Selain sembahyang wajib, terdapat pula banyak doa dan Tulisan Suci lainnya yang dianjurkan untuk dibaca dan dipelajari. Kewajiban-kewajiban kerohanian itu membantu orang-orang Bahá’í untuk memenuhi tujuan hidup mereka, yaitu mengenal dan menyembah Tuhan dan berkembang secara rohani
·         Rumah Ibadah Agama Baha’i
Rumah ibadah Bahá’í dibangun dengan dana yang berasal dari sumbangan orang-orang Bahá’í dari seluruh dunia. Rumah Ibadah ini dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dikenal dengan nama *Mashriqu’l-Adhkár, yang secara harfiah berarti “tempat terbit pujian kepada Tuhan.” Rumah ibadah Bahá’í terbuka bagi penganut dari semua agama.
Rumah ibadah tersebut merupakan tempat untuk berdoa dan bermeditasi bagi individu dan masyarakat. Saat ini, rumah ibadah Bahá’í sudah ada di setiap benua di dunia: di New Delhi, India; di Apia, Samoa Barat; di Kampala, Uganda; di Sidney, Australia; di Panama City, Panama; di Wilmette, Illinois, Amerika Serikat; dan di Frankfurt, Jerman. Di seluruh dunia, sudah disiapkan lebih dari 120 lokasi tempat akan didirikannya rumah-rumah ibadah tersebut. Pada masa yang akan datang setiap masyarakat Bahá’í setempat akan mempunyai rumah ibadahnya sendiri.
·         Perkawinan Baha’i
   Kita telah melihat bahwa tidak ada kehidupan biarawan dalam agama bahai.perkawinan adalah suatu lembaga yang penting dalam agama bahai.dalam kitab aqdas bahaullah bersabda:
   “kawinlah wahai orang-orang,agar muncul darimu dia yang akan mengingat daku diantara hamba-hambaq
Syarat-syarat yang diperlukan dalam perkawinan:
1)                  Pria dan wanita harus setuju untuk menikah satu sama lain(tidak ada paksaan)
2)                  Kedua mempelai harus mendapatkan restu dari orang tuanya apabila masih hidup
Jika syarat itu sudah lengkap kedua mempelai harus memberi tahukan kepada majlis Rohani setempat mengenai maksudnya agar majlis rohani bisa mengirimkan wakil untuk menyaksikan perkawinan itu.dengan disaksikan oleh beberapa orang dari pihak pria dan beberapa orang dari pihak wanita.keduanya harus mengucapkan kata-kata berikut:
   “Kita semua sesungguhnya Tuduk akan kehendak Tuhan”
Setelah itu pria dan wanita menjadi suami istri dan tanggal perkawinan dicatat oleh majlis setempat.
Ø  Tulisan Suci Agama Baha’i
Salah satu keunikan Wahyu Agama Bahá’í ialah masih tersimpannya dengan baik semua Tulisan-tulisan Suci dalam bentuk asli yang disahkan oleh Bahá’u’lláh sendiri, sehingga tidak ada keraguan atas keasliannya. Dalam Ayat-ayat Suci-Nya yang diwahyukan antara tahun 1853-1892, Bahá’u’lláh mengulas berbagai hal, seperti keesaan Tuhan dan fungsi Wahyu Ilahi; tujuan hidup; ciri dan sifat roh manusia; kehidupan sesudah mati; hukum-hukum dan prinsip-prinsip Agama; ajaran-ajaran akhlak; perkembangan kondisi dunia serta masa depan umat manusia. Selain dituntun oleh Tulisan Suci Bahá’u’lláh, kehidupan masyarakat Bahá’í juga dibimbing melalui buku-buku dan surat-surat yang ditulis oleh ‘Abdu’l-Bahá dan Shoghi Effendi. Buku-buku Bahá’í kini dapat dibaca dalam lebih dari 800 bahasa.
Ø  Hari Besar Agama Baha’i
tanggal
Hari raya
21 maret
Hari raya Naw-Ruz(tahun baru)
21 April
Hari Raya Ridwan pertama,pengumuman Bahaullah(1863)pukul 03.00 sore
29 April
Hari raya Ridwan ke sembilan
02 Mei
Pengumuman bab(1844) 2 jam 11 menit setelah matahari terbenam pada tanggal 22 mei/hari lahir abdul baha
29 mei
Hari wafatnya Bahaullah(1892)pukul 03.00 pagi
09 juli
Kesyahidan bab(1850)pada tengah hari
20 oktober
Hari lahir bab(1819)
12 November
Hari lahir Bahaullah(1817)
26 November
Hari perjanjian
28 november
Hari wafatnya Abdul baha(1921)pukul 01.00 pagi
26 Feb-1 maret
Ayami-ha(hari hari sisipan)
2-20 maret
Puasa